Sabtu, 03 Januari 2009

Hobi Kendaraan ”Off Road”

Hobi Kendaraan ”Off Road”
Dunia Laki-laki Jantan

Hobi off road identik dengan kejantanan. Maka tak aneh bila dunia itu adalah milik laki-laki yang ingin disebut jantan. Sebuah sekuel iklan rokok yang memperagakan adegan jip yang menyeberangi jurang adalah sebuah contoh. Atau, satu lagi iklan minuman energi yang menggambarkan bagaimana macho-nya seorang pria yang menolong kawan perempuannya ketika nyangsang di tebing. Adegan tersebut juga dilengkapi dengan mobil berkemampuan menjelajah medan off road.



Begitu juga ketika menyaksikan film Camel Trophy, sebuah petualangan off road terakbar. Bagaimana hebatnya mobil merek Land Rover mereka melintasi gurun pasir ganas di Afrika atau hutan lebat dengan medan berlumpur di hutan hujan tropis di Kalimantan. Kekompakan dan kerja sama antartim menghalau rintangan menjadi bagian menarik dalam film tersebut.
Ada yang mengatakan hobi ini ”bertetangga” dengan maut. Tapi ada pula yang mengatakan sama sekali tak ada hubungannya dengan itu. Off road hanya salah satu simbol keberanian dan kecerdasan para lelaki.


Betapa tidak, tanpa keberanian dan perhitungan yang matang, mana mungkin mobil-mobil tersebut bisa menyeberangi rawa, atau bukit terjal. Bahkan menuruninya dengan selamat. Ini semua pembuktian bahwa keberanian dan mental yang matang menjadi tolok ukur untuk disebut laki-laki lewat hobi ini.
Tapi yang jelas, kegemaran ini banyak menguras tenaga, pikiran dan tentu saja dana. Untuk sebuah kegiatan lintas alam, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai jutaan rupiah.
Makanya para off roader dalam melakukan kegiatan lintas alam, faktor lokasinya harus terpilih yang menyajikan tantangan dan dengan tim yang terlatih serta kompak. Semakin banyak tantangannya maka semakin mengasyikkan petualangan bermobil itu. Uang pun bukan soal lagi jika kepuasan itu terpenuhi.

Dalam Lumpur
Perkembangan off road di Indonesia, dedengkot off road Indonesia, semakin bagus. Terbukti kini cukup banyak klub-klub itu dan hampir tiap saat ada kegiatan rutin yang dilakukan klub dan perorangan. Bahkan kini sedang dikembangkan wisata off road untuk keluarga yang dikelola secara komersial oleh operator-operator off-road.
Jika ingin merasakan bagaimana mobil masuk ke dalam lumpur dan sungai atau memanjat tebing, peminat cukup membawa badan saja. Segala fasilitas, baik mobil maupun penginapan disediakan penyelenggara.
”Ini biasanya jadi awal mula mereka ‘keracunan’ off road,” ujar Budi Wirautama (39), penggemar off road lainnya. Pernah katanya ketika tahun lalu ada kegiatan itu, hampir separuh lebih adalah peminat baru.
Sampai kini anehnya mereka malah rajin ber-off road dibanding hobi yang sebelumnya. Bahkan beberapa pendatang baru ada yang membeli mobil 4x4 lebih dari satu unit. Menurut Budi, mungkin dengan cara memiliki kendaraan lebih dari satu bisa memberikan pilihan dan kepuasan.
Kegiatan Family Fun Off Road itu tiap tahun diadakan secara rutin. Ada juga yang digelar jika ada permintaan khusus dari kelompok awam yang ingin mencicipi dunia itu. Beberapa lokasi yang sering dipakai untuk itu di antaranya Sentul, Malimping, Cipanas, dan Citarik (Sukabumi).
Dalam fun off road yang pernah digelar sebelumnya yakni di Sentul, tak cuma diperkenalkan bagaimana bermain dengan mobil 4x4 namun juga bagaimana berkendaraan secara aman. Lintasan untuk itu dibagi 2 kategori, untuk pemula dan senior.

Bukan Perusak
Bertualang dengan mobil 4x4 memang mengasyikkan. Apalagi jika berhasil melewati rintangan berat. Tapi kadang mobil terjebak dalam lumpur dan tak bisa bergerak. Lalu untuk menariknya memakai winch yang dikalungkan di pohon. Wijaya selalu mengingatkan pada off-roader pemula agar winch yang dikalungkan ke pohon sebelumnya dilapisi dengan tree strap agar tidak terkelupas.
Wijaya ingin menghilangkan kesan bahwa para off-roader itu perusak alam. Tindakan mereka dalam bergiat memang harus memperhitungkan faktor itu. Janganlah jika terjebak di lumpur mereka mengambil jalan potong lewat sawah.
Dalam fun off-road yang pernah dilakukan, Jaya memberikan penekanan lebih pada faktor kelestararian alam. Jika suatu hari mereka ingin bertualang sesungguhnya dengan mobil, tak lagi meninggalkan kesan sebagai perusak alam.
Tapi mau tak mau, dia mengakui bahwa kesan itu tak gampang dibuang. Soalnya ban-ban ”pacul” itu ketika spin di tanah becek, membuat lubang-lubang yang dalam. Ini memang mau tak mau akan meninggalkan bekas galian.
Makanya beberapa klub dan juga operator off-road kini cenderung membuat kegiatan di lokasi tersendiri yang tidak mengganggu kepentingan umum. Kalaupun bekas jalan yang ditinggalkan jadi amburadul, itu tak sampai membuat gerah publik pemakai jalan.

Relatif Mahal
Buat pemula atau penggemar yang koceknya tanggung memang agak kecut juga jika menggeluti dunia off-road. Sebab kesan yang timbul, ini kegiatan yang amat menguras uang.
Kita tahu harga kendaraannya yang berkemampuan 4x4, berapa. Belum termasuk ban yang harus memiliki spesifikasi off-road. Untuk sebuah ban saja bisa mencapai Rp 1 juta lebih. Belum lagi kelengkapan standar lainnya yakni winch dan pengunci gardan (locker).
Tapi Yuma mengingatkan, bahwa jika ingin beroffroad tak usah pakai mobil yang mahal-mahal. Suzuki 4x4 sudah bisa diajak main dan simpel. Kemampuannya cukup oke. Spare part-nya, sama dengan angkot, di mana-mana mudah didapat. Harganya pun sama dengan angkot. Kekurangannya hanya satu, yakni unconfortable alias tidak nyaman.
”Itu kalau mobil dibawa dari Jakarta ke Sukabumi bikin sakit. Tapi jika sudah di medan sesungguhnya, justru yang banyak bantingannya itu yang mengasyikkan, lupa ama sakitnya” ujar Yuma.
Untuk ban yang dianjurkan, Budi, menyarankan sebaiknya memakai jenis mud terrain (MT). Para pemula memang menganggap jika memakai jenis ban all terrain (AT), sudah cukup.
”Itu boleh-boleh saja, namun jika mobilnya melintas di lumpur cetek, nggak mungkin bisa lewat. Dari sinilah mereka akan belajar bahwa sebelum beroff-road, persiapan itu harus matang,” ujar Budi.
Tapi untungnya kini ban produk lokal, menurut Wijaya, sudah ada di pasaran dan terjangkau kantung yakni sekitar Rp 400 ribu per buah. Mutunya sama namun orang masih suka buatan luar negeri. Apakah karena faktor gengsi atau ketidakpercayaan pada produk lokal, itu terserah hobi masing-masing. Pada akhirnya keberhasilan off-roader dalam menaklukkan lintasan bukan cuma tergantung pada ban, tapi skill pengemudi dan performa kendaraannya.

Teknik dan Pengalaman.
Skill pengemudi itu biasanya terbentuk karena jam terbang yang sudah tinggi. Menurut Dwiko Rayanto (38), off-roader, untuk handicap tertentu memang skill dibutuhkan. Semakin dia banyak latihan maka semakin tahu akan karakter mobilnya.
Jika sudah kenal mobilnya sendiri, maka dia pun akan tahu apakah mobilnya mampu atau tidak melewati rintangan. Pun, kalau kenal secara baik maka dia jadi tahu kelemahan kendaraannya. Ini membantu untuk menyiapkan spare part apa saja yang harus dibawa jika terjadi sesuatu.
Dalam kasus melewati jurang tak terlalu dalam, 2 meter misalnya. Pemula beranggapan tak mungkin bisa lewat. Kalaupun dipaksakan, mobil pasti jungkir balik. Tapi untuk yang jam terbangnya tinggi, hal itu mungkin.
Pemula biasanya doyan ngegas ketika ban depan di bibir jurang. Akibatnya mobil meluncur ke bawah dengan posisi jungkir balik. Beda dengan yang berpengalaman. Dia baru ngerem ketika posisi badan mobil ngegantung di bibir tebing. Mobil lalu dilepas memakai gigi satu, sebagai engine break saja dan digas sedikit.
Untuk menjadi off-roader sejati, menurut Yuma, biasanya selalu berangkat dari hobi. Dari kegemaran ini dia akan meningkatkan pengetahuannya lewat latihan, perjalanan kecil-kecilan yang berkesinambungan. Sampai akhirnya jika sudah merasa mampu, dia akan melakukan pekerjaan besar yakni menaklukkan lintasan yang berat.
Beberapa lokasi di Jawa Barat masih menjanjikan kedahsyatan petualangan bermobil. Atau di tempat lain yang belum tergarap di seluruh Indonesia, pasti ada yang lebih hebat.
Berbeda dengan speed off-road yang juga banyak peminatnya. Menurut Budi dalam speed off-road diutamakan kecanggihan mobil. Jika di adventure off-road, mobil secanggih apa pun belum tentu bisa melewati rintangan.
Pemula-pemula sekarang duitnya banyak sehingga mobilnya bagus dan cangih-canggih. Jenis hobi ini diakuinya menyedot dana yang tak terbatas. Misalnya untuk mesin saja bisa menghabiskan Rp 200 juta.
Jika adventure off-road, timpal Dwiko, cukup mobil 4x4 dengan ban yang kembangnya kasar, sudah bisa jalan. Kalau dalam speed off-road, kita kalah maka kita selalu akan meng-up grade agar bisa digeber kencang dan menang.
Banyak piranti yang perlu lebih diperhatikan supaya jadi yang terhebat dari mobil-mobil yang lain. Sesudah kegiatan selesai pun kerusakannya lebih banyak, misalnya per patah, shock breaker harus ganti, sehingga tinggi biayanya. Tapi jika adventure, mobil jarang rusak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar